Jumat, 06 Agustus 2010

Climate Change? Ayo bergerak!


Salam sejahtera kawan.
Pada kesempatan ini, Saya ingin berbagi kepada Anda semua tentang perkembangan lingkungan, tempat tinggal kita.
Tempo hari Saya berkesempatan untuk mengikuti seminar di ITB yang berjudul "ITB-UNCRD Senior Policy Seminar on Climate Change and Poverty in Asia-Africa: Challenges and Initiatives" yang dilaksanakan dua hari, 3-4 Agustus 2009 di Aula Timur ITB. Seminar ini membahas secara lengkap perkembangan terakhir iklim global dan sekaligus dampak yang disebabkan ke negara di benua Asia dan Afrika. Pembicara pada seminar ini ada 16 orang, termasuk perwakilan dari beberapa negara benua Afrika, beberapa negara benua Asia, dan organisasi-organisasi dunia yang berhubungan.
Perubahan iklim yang terjadi sekarang telah terlihat dalam wujud pemanasan global. Hal ini disebabkan green house effect(efek gas rumah kaca) yang semakin meningkat kadarnya. Peningkatan efek gas rumah kaca ini disebabkan oleh meningkatnya kadar Carbondioxide(CO2) yang terkandung dalam udara, dimana gas COini mengurung panas di bumi, yang mengakibatkan kenaikan suhu di bumi. Hal ini dapat dilihat dengan berkurangnya lapisan es yang menutupi pegunungan Kilimanjaro di Afrika dari waktu ke waktu. Di Indonesia sendiri, perubahan iklim sudah bisa kita rasakan. Yang dulunya Indonesia memiliki dua musim yang periodik, musim kering dan musim hujan, sekarang kita tidak bisa menetapkan lagi musim secara pasti. Basah disaat kering, kering disaat basah, telah kita rasakan sebagai dampak pemanasan global ini.
Benua Afrika, adalah benua yang paling kecil menyumbang CO2 ini. Dan yang harus diperhatikan, Afrika adalah benua yang paling riskan terhadap perubahan iklim ini. Tentu dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, mereka dituntut untuk bisa menanggulangi dampak(meminimalisir) dan beradaptasi dengan perubahan iklim ini.
Begitu pula dengan Asia. Seperti yang kita tahu bahwa, kebanyakan Negara di Asia adalah negara yang berbasiskan agrikultural. Beras adalah produk agrikultural yang paling terpengaruh dari efek perubahan iklim ini. Ketergantungan mereka terhadap alam sangat tinggi. Dengan perubahan sedikit saja yang terjadi pada alam, maka akan menghasilkan dampak yang sangat besar pada negara-negara yang ada di Asia. Bahkan bukan tidak mungkin akan mengancam dunia karena Asia termasuk benua yang aktif mengekspor bahan mentah(beras, minyak, dsb.). Jika terjadi ketidakseimbangan, maka dunia akan merasakan dampaknya.
Lalu siapa korbannya? Sudah tentu mereka yang mempunyai keterbatasan materi dalam hidup. Petani mengandalkan air (hujan) untuk lahannya. Masalah disini adalah ketersediaan air tersebut. Dengan adanya perubahan iklim, maka akan ada pergeseran terhadap siklus air. Dimana suatu saat akan kekurangan dan disaat yang lain akan terjadi kelebihan air (banjir).
Pada awalnya yang merasakan dampak perubahan iklim ini adalah kalangan bawah. Lalu lambat laun akan merambat ke atas karena ketidaksinambungan yang terjadi. Ketersediaan makanan akan berkurang seiring dengan perubahan alam yang tidak terkontrol dengan baik. Dan makanan adalah kebutuhan mutlak bagi makhluk hidup. Maka dari itu dampak dari perubahan iklim ini adalah peningkatan atau akselerasi kemiskinan.
Berbicara solusi, ada dua kata yang menjanjikan dalam masalah ini. Yaitu “Adaptation(adaptasi)” dan “Mitigation(mitigasi).
Adaptasi adalah proses penyesuaian. Dalam konteks ini adalah kita harus dapat menyesuaikan diri kita dengan alam. Menyeimbangkan antara kebutuhan dan kewajiban kita yang berkaitan dengan alam. Dr. Likissa Dassa(Ethiophia) mengatakan bahwa setiap orang harus menanam (minimal) satu pohon. Banyak yang dapat kita lakukan dengan alam. Dr. Mya Mya Oo(Myanmar) mengatakan bahwa Myanmar juga menggunakan energi alam sebagai harmonisasi manusia dengan alam sekitar. Seperti hydropowertidal energywind energybiomass energy, dan biomass thermo-chemical energy.
Mitigasi adalah mengupayakan tindakan-tindakan pencegahan terhadap bencana. Sebagai contoh di Vietnam, pemerintah setempat “memagari” daerah pesisir yang dianggap rentan terhadap bencana. Karena juga di Vietnam rawan banjir, maka rumah-rumah didesain untuk anti banjir. Di jepang konstruksi bangunan tahan gempa telah dilaksanakan. Negara-negara Afrika juga telah menyiapkan rancangan-rancangan kebijakan untuk mengakomodir perubahan iklim ini. Seperti komitmen politik, pemberdayaan sumberdaya manusia mereka.
Berbicara tentang adaptasi dan mitigasi, tentu tidak dapat kita jalankan secara terpisah. Akan efektif saat kita dapat melakukannya dengan sekaligus. Mitigasi di awal bencana, setelah kita bersama bencana, kita beradaptasi dengan bencana tersebut. Hal ini juga yang menjadi pola pikir kita. Tingkat kesadaran kita tentang dampak perubahan iklim ini dapat membentuk suatu barrier yang memberikan keuntungan berpihak ke diri kita. Optimis adalah satu unsur yang harus kita pupuk semenjak dini, bahwa alam akan baik kepada kita, jika kita dapat memperbaiki alam. Tentu jalannya masih sangat panjang, namun harus menunggu kapan untuk memulai langkah pertama?
Jadi inti yang bisa kita setujui dari studi kasus diatas adalah perubahan iklim (global warming) merupakan tantangan untuk semua. Semua manusia yang ada di bumi ini. Dengan fokus di tindakan pencegahan (mitagasi) dan adaptasi serta sadar akan bahaya perubahan iklim ini dapat memunculkan harapan baru yang lebih baik tentang lingkungan di masa depan. Pemerintah sebagai leader dan swasta sebagai motor sebijaknya dapat bergerak bersama-sama dalam menanggulangi dampak ini.
Sampai jumpa..Salam hangat :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar